Sunday, June 7, 2015

Dampak Buruk dari Larangan Menggunakan Tangan Kiri













Wednesday, June 3, 2015

Berburu Kopi Malabar khas Bandung Dekat Saritem

     
      Petualangan berburu Kopi Malabar ini bermula saat penulis akan kehabisan kopi Aroma lalu mencari kopi khas bandung dari google. Dapatlah informasi tentang salah satu kopi khas Bandung selain kopi Aroma kopi dan kopi JAVAco. Sejarah kopi Malabar ini sudah sangat berumur lama bermula dari percobaan penanaman bibit pertama pada tahun 1696 oleh walikota Amsterdam Nicholas Witson yang memerintahkan komandan pasukan Belanda ke Malabar India(yang sekarang disebut Malabar Indonesia). Namun percobaan penanaman ini gagal hingga mulai berjalan berjalan lagi pada percobaan penanaman kedua pada tahun 1699. Lengkapnya bisa dibaca di sini "Sejarah Kopi Malabar".

   Sekilas membaca info tentang kopi Malabar ini ditemukanlah lokasi terdekat, yaitu di daerah Gardujati Bandung, yang tidak jauh lokasinya dari SMAN 4 dan Saritem.

    Awal mencari tempatnya sempat terlewat, yang dikarenakan tempatnya tidak dihiasi iklan-iklan megah yang menunjukkan bahwa tempat iu tempat jualan kopi, dan ketika ditemukan, ternyata hanya ada tulisan "Malabar" di pintu masuknya, dan jendela kaca yang lebar. Sekilas tidak terlihat seperti tempat penjualan kopi, malah terlihat tempat yang berantakan dengan banyak kertas-kertas koran yang bertumpuk-tumpuk, penulis sempat merasa salah tempat, tapi tulisan malabar dan alat penggiling tradisioanal meyakinkan penulis untuk tetap penasaran dengan tempat itu. Lalu terlihatlah om-om/engko-engko, yang memberi isyarat bahwa tempat itu belum tutup dan membuka pintu mengijinkan penulis untuk masuk. Om itu cupuk ramah untuk orang yang baru ditemuinya, dan beliau tau bahwa penulis datang untuk membeli kopi. Kopi yang tersedia saat itu hanya jenis torabika, penulis tidak mempermasalahkan antara arabika atau torabika, dan ditambah sudah memiliki kopi arabika maka kopi torabika tidak masalah untuk dibeli oleh penulis.


    Ini mesin tradisional yang memproses biji kopi menjadi bubuk kopi halus. Merupakan salah satu saksi sejarah, sempat penulis bertanya kepada pemilik tempat ini, katanya sudah dari tiga generasi. Mesin ini sedang beroperasi dalam keadaan aktif saat gambar diambil, tadinya mau mengambil gambar bersama pemiliknya, tapi benar kata salah satu artikel tentang tempat kopi malabar ini, pemiliknya sangat pemalu, begitu sadar akan diambil gambar dia langsung menjauh dari sudut kamera, dengan rendah hati dan panik menolak gambarnya ikut diambil, dan penulis berpura-pura hanya ingin mengambil gambar mesinnya. Penulis sangat beruntung, untuk berat 250 gram mendapatkannya dengan harga 20.000, entah mungkin karena tidak ada kembalian atau karena kemurahhatian si om itu, padahal dari info artikel-artikel lain, harga untuk berat ini dihargai sebesar 27.500 pada tahun 2014 november.


   Hasil packing kopi yang sudah dibeli, sederhana hanya dibungkus plastik dan kantung keresek, pengalaman membeli kopi langsung dari  tempat penggilingannya.


Kopi bubuk halus, terasa hangat hasil bubuk kopinya, benar-benar "fresh from the oven".


Tidak hanya indera kecap, indera penciumanpun dimanjakan oleh kopi ini. Harumnya tidak seperti kopi aroma yang seperti wewangian, tapi ini harum khas kopi, serasa kamu dipelukan orang yang kamu sayangi.


Penampakan kopi bubuk yang sudah diseduh dan siap dinikmati, penulis menambahkan bubuk cokelat pada kopi ini, rasanya sangat nikmat khas rasa kejantanan sebuah kopi torabika.


Sekian terima kasih untuk para pembaca yang mau meluangkan waktunya untuk menikmati tulisan petualangan berburu kopi ini, salam pecinta kopi.